Selasa, 06 Desember 2011

Dorce Gamalama: Ini Karya Terakhir Saya

Kehidupan yang dijalani artis Dorce Gamalama tidaklah mudah. Banyak kontroversi serta komentar miring tentang dirinya. Namun demikian Dorce memilih tak bereaksi dan memperbanyak karyanya.
"Saya tidak akan bereaksi, biarkan saja aku adalah aku jadi kalo ga suka sama saya ga apa-apa, saya juga ga minta hidup di sini. Jangankan saya bermodal sekian puluh ribu, Presiden aja ada orang yang ga suka. Saya harus tegar, saya yakin orang sudah bisa menilai siapa saya, siapa orang lain. Dorce adalah Dorce, Dorce ga bisa jadi orang lain," ucap Dorce kala dijumpai di Apartement Park Royal, Sudirman, Jakarta, Rabu (30/11).
Dorce pun bersiap meluncurkan buku dan juga album secara bersamaan. Menurutnya karya tersebut bakal menjadi karya terakhirnya sebelum memutuskan untuk pergi ke Amerika. "Mudah-mudahan ini karya terakhir saya, saya istirahat dulu saya ingin konsentrasi menghilangkan segala luka yang pernah saya alami di tahun 2011 ini," katanya.
Amerika yang lebih liberal, dipandang ideal oleh Dorce. "Tau kan negara yang banyak artisnya, kurang lebih di Amerika, saya memang jauh-jauh hari udah planning, itu dia saya mendapatkan visa yang tidak bermasalah, pokoknya saya mau jalan-jalan dulu lah," katanya.
Meluncurkan buku berjudul AKU ADALAH AKU, Dorce mengatakan bahwa buku tersebut bukan curahan hati. Melainkan cerita Rizki, anaknya, juga kedua orang tua Dorce.
"Ini bukan curahan hati justru ini aku tidak memasukkan cerita aku tapi Rizki karena dari Rizki itu aku dapat inspirasi, karena dari Rizki itu akan menjadi pengganti saya dan dia dengan istrinya dan anak saya yang laen untuk mengembangkan apa yang sudah saya lakukan," tandasnya. (kpl/hen/sjw)

 

Tak Selamanya Tertawa menyehatkan, bagi Penderita Chiari Bisa Sebabkan Kematian


REPUBLIKA.CO.ID, SOUTHAMPTON - Carolyn Gibbons (23 tahun) menderita sakit yang cukup langka. Sejak bulan Maret lahun lalu, ia mengalami malformasi otak. Guru muda ini mengalami gangguan neurologis. Dokter memperingatkan ia bisa mati jika tertawa terlalu keras. Tertawa dengan keras bisa mendorong otaknya keluar dari tengkorak.
Ia divonis mengalami kondisi yang disebut Chiari malformasi, yang berarti bagian bawah otaknya terlalu besar. Hal ini dapat memblokir aliran cairan ke kepalanya melalui kanal tulang belakang. Gerakan tubuh yang menghentak seperti tertawa dapat meningkatkan resiko kematian mendadak.
Carolyn awalnya berpikir kondisi yang dialaminya tak terlalu berbahaya. "Saya pikir obat bisa mengendalikan sakit saya. Tapi gejala yang semakin buruk membuat saya sadar ternyata otak saya lebih besar dari tengkorak," ujar dia.
Ia tak bisa berlaku seperti orang normal. Tiap gerakan mencolok yang ia lakukan dapat menyebabkan rasa sakit yang mengerikan dan dapat menyebabkan otak terdorong keluar dari tengkorak, dan  herniate masuk ke dalam tulang belakang.
Ia baru menyadari kondisi yang dialaminya saat ia pingsan dari sekolah, akhir Maret lalu. Ia mengalami sakit kepala yang luar biasa. Setelah diperiksa melalui scan otak, barulah ia tahu ada bagian tertentu dari otaknya yang memiliki ukuran tidak wajar. Untuk mengontrol rasa sakit, ia harus meminum 50 pil sehari.
Pekerjaannya sebagai guru terpaksa harus ia tinggalkan agar kondisinya tidak memburuk. Carolyn akhirnya menjalani operasi pada 29 Juli. Ahli bedah 'membuang' sedikit bagian dari tulang belakang dan tengkorak seluas 2,5 cm persegi untuk membuat ruang lebih untuk ukuran otaknya.
Akibat operasi itu, ia kini mengalami alergi medis terhadap bagian yang digunakan untuk menutup lubang di tengkoraknya. Dia sekarang menderita insomnia ekstrim. Ia bisa tidak tidur selama 60 jam. Sebuah kantung cairan juga masih tersisa di tulang punggungnya. Ia memerlukan operasi lain untuk mengeringkan cairan tersebut agar hidup normal. "Saya hanya berharap ada operasi lain sehingga saya bisa tertawa tanpa ada resiko kematian," ujar dia. Yang dialami oleh Carolyn adalah kasus langka. Terjadi dengan perbandingan satu dari 1.000 orang.